Rabu, 12 Mei 2010

Bangun Mandar sebuah Alternatif Inovasi dan Solusi Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Sulbar

Tulisan ini juga bisa dibaca Harian Pagi Radar Sulbar 2 edisi berturut-turut ; Senin & Selasa, 3 - 4 Mei 2010 dan bisa diakses di http://www.majenekab.go.id/


“Kehadiran Fasilitator Komunitas (Faskom) di kampung kami menjawab kerinduan masyarakat yang selama ini sangat menantikan sentuhan pemberdayaan masyarakat dalam proses memajukan desa dan warga kami”. Demikian kurang lebih ungkapan tulus seorang warga menerima kehadiran Faskom Bangun Mandar (Gerakan Pembangunan Desa Mandiri berbasis Masyarakat) di desa mereka.


Penyelenggaraan pembangunan di provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) telah mencapai sejumlah kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai infrastruktur terkait transportasi, perhubungan, komunikasi, dan energi secara bertahap mengalami perbaikan. Pembangunan manusia terkait pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat semakin menunjukkan indikasi perbaikan.

Meskipun demikian, hasil-hasil yang telah dicapai tersebut dinilai masih kurang significant, utamanya gambaran terhadap realisasi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Hal itu disebabkan kegiatan pembangunan selama tiga tahun ini belum fokus dan terkonsentrasi pada sektor-sektor dan daerah-daerah yang seharusnya diprioritaskan.
Sejak awal terbentuknya Provinsi Sulbar berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004, lima kabupaten (Mamuju, Mamuju Utara, Mamasa, Majene, dan Polman) terkategorikan daerah tertinggal sehingga sebagian besar desanya juga merupakan desa tertinggal. Beberapa data di bawah ini menunjukkan kemajuan yang dicapai oleh Pemerintah Provinsi Sulbar.

Salah satu tantangan yang dihadapi pembangunan ke depan adalah penanggulangan kemiskinan. Sulbar sebagai provinsi baru, menghadapi masalah yang relatif lebih berat dalam penanggulangan kemiskinan dibandingkan daerah lain, mengingat realitas ketertinggalan yang dialami pada awal pembentukan/pemisahannya dari Provinsi Sulawesi Selatan. Karena itu, sebuah upaya yang terfokus pada penanggulangan kemiskinan menjadi keniscayaan dalam pembangunan ke depan.

Dalam RPJM 2006-2011, strong point pembangunan Sulbar diletakkan pada penanggulangan kemiskinan. Untuk mengakselerasi target pencapaian penanggulangan kemiskinan pada 2009 – 2011, sebuah upaya komprehensif dan terfokus diperlukan dengan melibatkan semua stakeholder pembangunan di Sulbar. Pemerintah daerah dalam perannya sebagai pengambil kebijakan dan menjalankan fungsi pemerintahan, pelayanan dan pemberdayaan, memiliki keniscayaan dalam menginisiasi penanggulngan kemiskinan yang komprehensif dan terfokus tersebut.

Adalah sebuah kebenaran bahwa tertanggulanginya kemiskinan tidak bisa diharapkan tuntas melalui dorongan pertumbuhan ekonomi semata. Terdapat batas kemampuan dari pertumbuhan ekonomi untuk bisa ‘berefek menetes ke bawah’ bagi keluarnya rumah tangga miskin dari perangkap kemiskinannya. Karena itu, diperlukan pendekatan selain pertumbuhan ekonomi tersebut, dalam hal ini pemberdayaan masyarakat. Artinya, bila dorongan pertumbuhan ekonomi yang telah diupayakan di Sulbar selama ini dikomplementasi dengan pemberdayaan masyarakat, maka penanggulangan kemiskinan diekspektasi akan lebih efektif.

Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, upaya penaggulangan kemiskinan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dan perbaikan kelembagaan yang memungkinkan orang miskin bersama komunitasnya lebih dapat meningkatkan potensi diri dan lingkungannya dalam memecahkan masalahnya dan kebutuhannya. Fokus dari pemberdayaan bukan hanya perubahan pada orang miskin tetapi juga perubahan pada lingkungannya baik terkait sumberdaya maupun kelembagaan.

Lingkungan terkecil dari realitas kemiskinan di Indonesia adalah desa. Pada tingkat desa realitas kemiskinan terkonstruksi unsur-unsur lokalitasnya, selanjutnya desa tersebut berinterkoneksi dengan desa lainnya. Gambaran ini membawa pemahaman bahwa sebuah daerah pada hakikatnya adalah jalinan interkoneksi lokalitas-lokalitas desa, dan dibalik jalinan interkoneksi itulah kemiskinan terjelmakan.

Di Sulbar, sebagian besar desa merupakan desa tertinggal yang didalamnya kemiskinan termanifestasikan. Desa-desa tertinggal tersebut tersebar di seluruh Kabupaten baik pada wilayah dataran tinggi berciri desa perladangan, wilayah dataran rendah berupa desa padi sawah dan perkebunan rakyat, maupun wilayah pesisir berupa desa pantai. Karena itu, dalam penanggulangan kemiskinan, pendekatannya tidak hanya meniscayakan pemberdayaan masyarakat, tetapi juga pendekatan pemandirian desa. Dengan sinergi pemberdayaan masyarakat dan pemandirian desa, yang didalamnya berinterkoneksi unsur manusia, kelembagaan dan sumberdaya, dapat diekspektasi terkembangkannya teknostruktur lokalitas desa dalam mengelola potensi lokalitasnya.

Gerakan Bangun Mandar sebagai sebuah inovasi pembangunan pada tingkat provinsi diharapkan dapat berjalan secara bersama dan mendukung upaya tingkat pembangunan kabupaten untuk mengefektifkan upaya penanggulangan kemiskinan berbasis kemandirian desa dalam menghasilkan produk unggulan sesuai potensinya melalui sinergi antara program pemerintah daerah dengan fasilitasi keberdayaan masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai melalui Bangun Mandar adalah:

1.Meningkatkan teknostruktur (teknologi dan kemampuan ) masyarakat desa dalam mengelolah potensi desanya sesuai tuntutan dinamika perubahan.
2.Berkembangnya kelembagaan (organisasi dan aturan main yang mengarahkan kebersamaan dalam pencapaian tujuan bersama) tingkat desa yang memberi ruang bagi akses dan kontrol orang miskin baik laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan sumberdaya internal desa.
3.Terbukanya jaringan kelembagaan desa dalam mengakses sumberdaya dan memasarkan produk pada tingkat desa.
4.Efektifnya pencapaian hasil program SKPD dalam mewujudkan visi daerah dan mendukung keberdayaan masyarakat di sisi lainnya.

Adapun luaran untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut adalah :
1.Dokumen perencanaan program/kegiatan pembangunan pada tahun 2010 yang terwarnai dengan upaya pemberdayaan masyarakat sesuai karakteristik program/kegiatan tersebut untuk diimplementasikan pada lokasi-lokasi desa tertinggal.
2.Dokumen perencanaan fasilitasi desa-desa tertinggal berbasis pembelajaran sosial untuk pemberdayaan masyarakat dilengkapi kerangka sinerginya dengan program/kegiatan SKPD tingkat provinsi yang berbasis rekayasa sosial untuk tahun 2011.
3.Dokumen kerangka monitoring dan evaluasi program dan kegiatan untuk tahun 2010 dan 2011.

Agar semua elemen masyarakat dan elemen pembangunan yang terlibat dalam program Bangun Mandar dapat lebih efektif berkonstribusi positif, pemahaman terhadap sejumlah konsep dan kerangka yang melatari Bangun Mandar menjadi penting dilakukan.

Kerangka Konseptual dan Substansi Bangun Mandar

Terpahami secara umum bahwa kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sebuah rumah tangga memiliki tingkat pendapatan di bawah standar yang memungkinkannya hidup layak secara manusiawi. Di dalam memanifestasikan mata pencaharian, sebuah rumah tangga pada dasarnya merupakan sumberdaya sekaligus unit kegiatan. Sebuah rumah tangga, selain memiliki sumberdaya manusia, fisik, keuangan, dan teknologi juga menjalankan aktifitas produksi, konsumsi dan manajemen. Dengan demikian, kemampuan mata pencaharian sebuah rumah tangga merupakan hasil kombinasi antara elemen sumberdaya dan aktivitas ke dalam elemen rumah tangga.

Dalam Program Bangun Mandar, selain memahami realitas kemiskinan berdasarkan perspektif yang diacu berbagai program penanggulangan kemiskinan yang ada di Indonesia selama ini. Beberapa perspektif inovatif juga di jadikan sebagai acuan konseptual seperti uraian berikut ini.

Tiga Unsur Pembangunan (R-O-N)

Dalam pembangunan alamiah suatu tatanan, ataupun dalam perubahan yang direncanakan pada tatanan tersebut, pada dasarnya selalu melibatkan 3 (tiga) unsur yakni : sumberdaya, organisasi, dan norma-norma yang saling komplementer satu sama lain. Sumberdaya (Resources/ R) adalah suatu unsur yang dikelola dalam berjalannya sebuah perubahan, mencakup sumberdaya fisik (alam dan buatan) finansial dan teknologi. Organisasi (Organization/O) adalah unsur yang mengelola sumberdaya tersebut, dimana organisasi adalah agregasi berbagai unsur dalam berbagai pola. Norma (Norms/N) adalah aturan/prinsip-prinsip nilai yang menjadi acuan bagi pelaku dalam mengelola sumberdaya.

Suatu tatanan dan perubahan alamiah secara garis besar melibatkan hubungan komplementatif R-O-N yang polanya tersesuaikan secara dinamis dari waktu ke waktu. Tatanan tersebut mampu menyesuaikan pola R- O- Nnya secara dinamis untuk menangkap peluang dan beradaptasi dengan lingkungan strategisnya, maka semakin berkembang tatanan tersebut. Sebaliknya, bila tatanan tersebut lemah dalam menyesuaikan pola komplementasi R-O-Nnya, maka ia akan tertinggal oleh perubahan.

Pembangunan Sektoral


Pemberdayaan masyarakat melalui penerapan pendekatan partisipatoris memerlukan komplementasi dengan pembangunan sektoral dalam mewujudkan kemajuan lokalitas dan daerah secara efektif. Untuk itu, pembangunan sektoral yang dijalankan secara top down oleh SKPD tetap memiliki urgensi sebagai komplementer atas keberdayaan masyarakat.

Peran SKPD yang menghantarkan sumberdaya untuk pembangunan infrastruktur, budidaya dan pengolahan pertanian, peternakan dan perikanan, pelayanan pendidikan dan kesehatan, pengembangan koperasi dan UKM dan lain-lainnya, menempati porsi besar dalam konteks ini. Bila pemberdayaan masyarakat dilahirkan oleh pembenahan O dan N yang lebih dominan, pembangunan sektoral dilahirkan oleh penghantaran sumberdaya yang dominan. Dengan itulah sinergi R-O-N dapat dihasilkan secara efektif.

Teknostruktur Desa dan Produk Unggulan Lokalitas

Sinergitas atas pemberdayaan masyarakat dengan pembangunan sektoral pada arena pembangunan tingkat desa, pada gilirannya diekspektasi untuk mewujudkan desa sebagai entitas mandiri yang memiliki teknostruktur yang kuat dan produk spesifik yang berdaya saing sesuai level areanya.

Teknostruktur desa (dimaksudkan sebagai kelembagaan yang kuat di dalamnya berlaku nilai/aturan yang terpatuhi oleh setiap warga desa demi kebersamaan, lalu warga tersebut terorganisir satu sama lain dalam mengelola sumberdaya yang ada secara terpadu dengan pemanfaatan teknologi yang berkembang terus sesuai dinamika perubahan, dan pada akhirnya menghasilkan sinergi kekuatan kelembagaan dengan kemajuan teknologi) akan menghasilkan produk unggul berbasis sumberdaya lokalitasnya. "One Village One Product".

Pada akhirnya, beberapa hal penting perlu digarisbawahi dalam paparan di atas adalah. Pertama, Program Bangun Mandar yang ‘asli’ digagas oleh Pemerintah Provinsi Sulbar merupakan salah satu inovasi cerdas dalam upaya penanggulangan kemiskinan menuju desa mandiri berbasis masyarakat. Gagasan ini diharapkan berhasil menorehkan sebuah proses penyadaran kritis yang membangkitkan sinergitas antara pemberdayaan masyarakat di satu sisi dan pemberdayaan pemerintah daerah pada sisi lain. Bahwa kemudian ke depan, gagasan ini menjadi model nasional upaya penanggulangan kemiskinan pada wilayah-wilayah (desa) tertinggal lainnya di Indonesia, itu hal lain.

Kedua, dalam implementasi Bangun Mandar, peran fasilitator bukan hanya sebagai pendamping komunitas yang sepenuhnya berproses sesuai dinamika netralitas partisipasi, ia juga berperan sebagai pendamping komunitas yang menganalisis anatomi lokalitasnya, sehingga efek penguatan lokalitas desa di balik perencanaan dan implementasi partisipatoris yang didorong kemudian terkontekskan pada arah perubahan lokalitas.

Ketiga, bahwa dalam Bangun Mandar, Faskom tidak hanya mendampingi proses pemberdayaan masyarakat sebagai inner system, namun ia juga dituntut membantu SKPD dengan dukungan data atau informasi desa dalam memfasilitasi bertemunya program sektoral SKPD dengan aspirasi dan keberdayaan masyarakat. Dengan itu, perubahan yang difasilitasi bukan hanya keberdayaan masyarakat, tetapi perubahan sistem desa dan daerah sebagai totalitas, sebuah pemberdayaan lokal.

Sebagai penutup tulisan ini, ada pernyataan menarik dan menggugah olah rasa dan olah pikir kita yang terungkap dari salah seorang Faskom masyarakat Desa Bambang (Kec. Bambang Kab. Mamasa) seperti yang diungkapkan warga masyarakat ketika pertama kali dia tiba di daerah tersebut: “Dengan kehadiran Bapak selaku Faskom di daerah ini, kami merasa Pak Gubernur sudah tiba di desa kami, terima kasih banyak Pak”.

Tidak ada komentar: