Minggu, 27 Juni 2010

Pelatihan II (RPJM Desa)

Pelatihan ini berlangsung selama 3 hari di wisma Berkah, 22 - 24 Juni 2010. Prof. Dr. Darmawan Salman, MS. Seperti biasa hadir memberi materi terkait teknostruktur dan produk unggulan desa (one village one product) ....to be continued...

Jumat, 11 Juni 2010

Pemetaan Sosial Khas Bangun Mandar

Tulisan ini juga termuat di harian pagi Radar Sulbar, 3 (tiga) edisi berturut-turut. Selasa, Rabu, dan Kamis (8, 9, 10 Juni 2010). Juga termuat di http://www.majenekab.go.id

Ada sebuah ungkapan yang sangat menyentuh rasa dan qalbu penulis yang terungkap dari salah seorang warga desa dampingan Faskom yang menarik dicermati terkait hasil pemetaan sosial. Menurut beliau, di desa ini sudah puluhan kali kami tidak lagi melakukan shalat jumat berjamaah di masjid. Di samping karena tidak ada yang berinisiatif menyelenggarakan juga karena pemahaman warga masih kurang terkait hukum shalat jumat berjamaah itu.

Hal menarik lainnya, selama sekolah dasar kecil di dusun ini didirikan belum pernah diadakan upacara bendera yang melibatkan siswa dan staf pengajar. Maka sangat wajar kalau tidak seorang siswa pun, yang jumlahnya sekitar 30 (tiga puluh) anak yang terdiri atas tiga kelas dengan sebaran siswa bervariasi dari kelas I – kelas VI, yang bisa hafal lagu pengantar ketika mengheningkan cipta dan lagu Indonesia Raya. Apalagi tahu dan paham proses pelaksanaan upacara bendera yang lazimnya dilaksanakan anak seusia mereka di sekolah lain.

Dua ungkapan tulus warga di atas terasa sangat ironis dan mencerminkan sedemikian tertinggalnya akses informasi dan pemahaman mereka terhadap kehidupan luar sana yang penuh warna dan hiruk pikuk kehidupan yang serba dinamis. Kehadiran Faskom kemudian menjadi sangat bermakna sebagai pemicu dan penggerak terjadinya proses transformasi sosial.

Berkat inisiasi dan inisiatif Faskom bersama beberapa tokoh masyarakat, maka warga di sana kembali melaksanakan shalat jumat secara berjamaah di masjid yang rupanya sudah sangat lama mereka rindukan. Hal yang sama pernah mereka lakoni sebelum Ramadhan tahun lalu, namun terhenti dengan sendirinya karena tidak ada orang atau pihak yang menggerakkan hal tersebut.

Demikian halnya sekolah dasar kecil tadi, siswa yang tadinya lebih banyak berkeliaran karena ketidakhadiran guru lambat laun teratasi dengan terjun langsungnya Faskom memfasilitasi agar proses belajar mengajar tetap berjalan di sekolah tersebut. Termasuk mencoba menyadarkan kepada siswa tentang pentingnya arti sebuah aktivitas bernama upacara bendera.

Kondisi di atas tentunya hanyalah salah satu gambaran realitas yang terjadi di salah satu desa dampingan Bangun Mandar. Realitas yang sama dengan masalah yang berbeda tentunya juga berpotensi terjadi di 65 lokasi dampingan lainnya. Di sinilah dituntut kepiawaian seorang Faskom dalam melakukan dan memanfaatkan hasil pemetaan sosial sebagai ‘amunisi’ dalam melakukan sentuhan-sentuhan penyadaran dan pemberdayaan sejati dengan tetap pada prinsip tidak mengambil alih ranah belajarnya masyarakat.

Masyarakat tetap harus diberi ruang yang lebih besar dalam melakukan proses perubahan seperti yang mereka impikan, Faskom sebatas memfasilitasi percepatan proses perubahan tersebut. Semua proses fasilitasi tadi berawal dari hasil kajian pemetaan sosial yang dilakukan Faskom sebelum menyusun strategi yang pas dalam melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat.

Pemetaan sosial secara sosiologis dan filosofis bertujuan untuk memetakan kondisi sosial budaya suatu masyarakat dalam wilayah tertentu yang berguna untuk perencanaan program. Pemetaan sosial dalam konteks Bangun Mandar sebenarnya adalah semacam orientasi awal Faskom di wilayah dampingannya sebelum kegiatan sosialisasi awal yang dilakukan sendiri oleh fasilitator untuk kepentingan strategi pendampingan.

Hasil kongkrit dari kegiatan pemetaan sosial adalah data dan informasi awal mengenai kondisi sosial budaya setempat termasuk di dalamnya kelompok sosial di masyarakat dan kelompok yang berpengaruh baik laki-laki maupun perempuan, yang akan menjadi dasar dalam menentukan strategi pendampingan dan strategi sosialisasi. Kegiatan pemetaan sosial merupakan titik masuk program, oleh karenanya penting untuk membangun kepercayaan masyarakat dengan memberikan pemahaman tentang identitas, maksud kedatangan, dan tujuan program.

Prinsip santai dan informal menjadi sebuah keharusan dalam melakukan pemetaan sosial ini. Faskom bisa memanfaatkan media-media pertemuan informal seperti; waktu luang masyarakat di sela-sela kerjaan di kebun atau di sawah, di pos ronda, di warung, di tempat dimana biasanya masyarakat menghabiskan waktu santainya setelah seharian mencari nafkah dan tempat-tempat informal lainnya. Dengan demikian diharapkan muncul kesadaran kritis masyarakat bahwa pemetaan sosial demi kepentingan masyarakat dan bukan sekedar kepentingan laporan program semata-mata. Format isian hanyalah sebuah instrumen, yang lebih utama adalah proses penggalian informasinya harus efektif di masyarakat, jadi Faskom sangat diharapkan tidak terjebak bahwa kegiatan pemetaan sosial menjadi kegiatan pengisian format semata-mata.

Masyarakat desa merupakan sebuah entitas sosial. Dimana interaksi sosial terjadi dan membentuk pola hubungan sosial di dalam struktur kemasyarakatan. Ada berbagai modal sosial, simpul sosial, dan stratifikasi sosial yang secara keseluruhan akan menentukan bentuk hubungan sosial di tengah masyarakat. Pola hubungan sosial pada dasarnya ditentukan oleh motif sosial, baik berupa kepentingan maupun digerakkan oleh nilai-nilai yang pada akhirnya akan menentukan pola, sikap, dan perilaku masyarakat di dalam melakukan aktivitas sosialnya.

Bangun Mandar dalam kerangka pelaksanaannya bertujuan menggagas sebuah proses keberlanjutan program oleh masyarakat secara mandiri, maka unsur perubahan dari dalam diri masyarakat merupakan acuan utama. Perubahan dari dalam diri masyarakat dilakukan dengan proses penggalian nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini ada dan tumbuh terus di tengah-tengah masyarakat. Kearifan lokal dimaksud antara lain; sikap gotong royong, saling mempercayai, saling peduli, sikap egaliter, dan mengedepankan nilai-nilai sipamandar atau sipamanda’ dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di wilayahnya masing-masing.

Untuk itu, semua pelaku Bangun Mandar, khususnya Faskom harus tahu dan paham budaya masyarakat yang didampingi khususnya nilai-nilai yang dianut, hubungan sosial yang terjadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Agar tahu dan paham budaya masyarakat setempat, Faskom perlu melakukan satu siklus khusus yang menjadi ‘mainan’ bersama masyarakat dalam mengawali proses membangun kesadaran kritis yang kita kemas dengan istilah Pemetaan Sosial (Social Mapping).

Proses pemetaan sosial mengarahkan tergalinya secara santai nilai-nilai dominan yang dianut masyarakat. Termasuk modal sosial yang mampu mendorong proses transformasi dari dalam diri mereka sendiri. Dengan demikian beberapa hal terkait proses pemetaan sosial ini akan menjadi menarik dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti penting kehadiran program yang dikawal oleh Faskom bersama semua stakeholder Bangun Mandar.

Selain itu, tergali pula karakteristik masyarakat, khususnya dalam menyikapi intervensi sosial berwujud rekayasa sosial dan pembelajaran sosial. Pola informasi dan komunikasi yang terjadi di tengah masyarakat, baik penyebaran informasi maupun dalam kerangka pembelajaran. Media-media apa dan sumber belajar apa yang digunakan dan diyakini masyarakat sebagai sarana informasi dan pembelajaran. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat baik yang positif maupun yang negatif.

Secara sederhana hasil yang akan diperoleh dari proses pemetaan sosial ini dirangkum dalam sebuah kerangka data dan informasi yang tertuang dalam bentuk data demografi. Data demografi ini akan memuat data jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia, mata pencaharian, agama, pendidikan, dan sebagainya. Kemudian data geografi, di sini akan tertuang semua hal terkait topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas lokasi, dan pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi sosial masyarakat.

Adapun data psikografi akan banyak memuat data tentang nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan masyarakat, pengalaman masyarakat, pandangan dan sikap perilaku terhadap intervensi dari luar, serta kekuatan sosial yang paling berpengaruh.

Dan akhirnya, pola komunikasi. Pola komunikasi ini akan merekam media yang dikenal dan digunakan, bahasa, kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang biasa dicari, tempat memperoleh informasi, dan pola-pola komunikasi lainnya.

Model pendekatan yang digunakan dalam proses pemetaan sosial ini ada dua macam. Pertama, pengumpulan data sekunder diambil dari kantor desa, kantor kecamatan, atau bahkan di kabupaten. Datanya bisa dari foto, monografi desa, dan dokumen-dokumen laporan yang ada di desa. Kedua, pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara berstruktur kepada anggota masyarakat yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan (Kepala Desa, Ketua BPD, pimpinan lembaga lokal, pemuka masyarakat, dan pemuka agama). Kemudian observasi (pengamatan langsung) terhadap kondisi-kondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, hubungan sosial, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.

Proses menemukenali secara santai dan nyaris bernuansa silaturahmi (dikemas dalam istilah pemetaan sosial) tadi tentunya membutuhkan waktu yang relatif lama (kurang lebih sebulan) dalam pelaksanaannya. Di samping itu, kapasitas seorang Faskom dalam melakoni proses santai ini tentunya juga sangat menentukan keberhasilan penggalian informasi yang valid dan konsisten. Validitas sebuah hasil analisis ringan menjadi sebuah keniscayaan dalam memetakan kondisi sosial budaya suatu masyarakat yang nantinya dimanfaatkan sebagai basis perencanaan program.

Selebihnya, selamat bagi yang telah menikmati proses pemetaan sosial ‘secara santai’ khususnya masyarakat dampingan Bangun Mandar dan sukses bagi para Faskom yang sebentar lagi akan melewati siklus refleksi dan penyadaran kritis. Sementara pada saat yang hampir bersamaan, siklus pemetaan potensi R-O-N sedang menanti di depan mata.